Rabu, 20 Mei 2009

IBADAH HAJI DAN TRADISI BERZIARAH


Islam mengajarkan pada umatnya agar saling kenal mengenal, tidak saja terhadap orang-orang semasa hidupnya, melainkan juga terhadap orang-orang yang hidup di masa jauh sebelumnya. Kitab suci al Qur’an memperkenalkan nama-nama para rasul, nabi dan orang-orang terpilih lainnya. Selain itu, sebagai salah satu rangkaian ibadah haji adalah wukuf di Arofah. Dalam sejarahnya, di tempat itu Nabi Adam dan Hawa bertemu setelah sekian lama saling berpisah mengembara, sesudah diusir dari Surga. Dan di situ pula, anak cucunya setahun sekali, mereka dengan warna kulit, bentuk tubuh, bahasa dan etnis yang berbeda datang dari berbagai penjuru dunia, bertemu bersama-sama dalam satu waktu, melakukan kegiatan spiritual, kegiatan itu selanjutnya disebut dengan ibadah haji itu. 

Keturunan Adam dan Hawa, setelah sekian lama berkembang biak menjadi milyaran jumlahnya. Mereka tersebar luas di seluruh wilayah bumi -----tentu yang bisa ditempati, dari utara hingga ke selatan, dan dari barat hingga paling timur. Sekalipun mereka berbeda-beda dari berbagai aspeknya, mereka bertemu di Arofah, di mana dua manusia -----laki-laki dan perempuan, yaitu Adam dan Hawa, bertemu pertama kali. Di tempat ini pula dalam sejarahnya, ayat al Qur’an yang terakhir, diturunkan. 

Rangkaian ibadah haji lainnya, yaitu thawaf di sekeliling Ka’bah. Bangunan ka’bah dan juga hijir Isma’il, maqom Ibrahim, mas’a, sumur zam-zam semua itu adalah mengingatkan pada peristiwa sejarah, berupa peristiwa dan kisah manusia yang dimuliakan oleh Allah swt. Bangunan Ka’bah, hijr Isma’il dan maqom Ibrahim adalah bangunan monumental yang terkait langsung dengan persoalan kemanusiaan dan juga ketuhanan. Kisah Ibrahim yang diungkapkan dalam al Qur’an, menunjukkan adanya kesadaran seseorang sebagai makhluk, dan sekaligus kesadaran upaya mengenal penciptanya. Melalui pencaharian yang panjang, maka diperolehlah petunjuk tentang siapa sesungguhnya Yang Maha Pencipta itu, yakni Allah swt. 

Sejarah kehidupan Hajar bersama anaknya bernama Isma’il, mantan budak perempuan dari Mesir yang ditinggal pergi lama oleh suaminya, ibrahim as, di tanah yang gersang, di suatu lembah Makah. Tempat itu gersang dan tandus, tidak tersedia makanan termasuk air untuk keperluan minum. Ketabahannya yang luar biasa itulah kemudian dijadikan sejarah kemanusiaan yang berkualitas tinggi. Dalam kisahnya, tatkala Isma’il kehausan, maka Hajar berlari-lari dari bukit Shofa ke Marwa hingga tujuh kali, akhirnya kemudian didapat pasir yang berair. Tempat itulah, dalam kisahnya kemudian dikenal dengan sumur zam-zam yang selalu mengeluarkan air melimpah, sampai sekarang. Air itu, tidak saja mencukupi kebutuhan minum, penduduk Makah yang berjumlah ratusan ribu, bahkan pada saat-saat tertentu berjumlah juta’an, mereka itu adalah para peziarah tanah suci yang memiliki sejarah besar. 

Sekalipun bukan menjadi rangkaian ibadah haji, para jama’ah haji juga berziarah ke Masjid Nabawi. Di masjid itu dimakamkan Rasulullah saw, termasuk sahabat Nabi Abubakar ra dan Umar, ra. Seluruh jama’ah haji secara bergantian, selain sholat berjama’ah di masjid itu, mereka secara bergantian berziarah makam Rasulullah dan kedua Sahabatnya itu. Para perziarah tersebut, sekalipun mereka berasal dari negeri yang berbeda, mungkin juga madzhab yang berbeda-beda, akan tetapi dalam kesempatan itu, tidak menunjukkan perbedaannya. Mereka semua datang mendekat makam Rasulullah saw dan kedua Sahabatnya, di masjid itu dengan keadaan penuh takdzim, memuliakan dan berdoa. 

Mereka yang datang ke kota Madinah juga berziarah ke beberapa tempat, di antaranya ke Masjid Kuba’, masjid pertama kali yang didirikan oleh Rasulullah, dan juga ke masjid-masjid lainnya. Ziarah juga dilakukan ke beberapa makam para suhada’, yakni orang-orang yang terbunuh tatkala mempertahankan agamanya, Islam. Kegiatan sebagai rangkaian kegiatan haji dan juga lainnya itu menunjukkan betapa Islam memberikan ajaran tentang pentingnya mengenal sejarah dari orang-orang yang hidup terdahulu, untuk dijadikan pelajaran atau ibrah dalam rangka meningkatkan kaualitas hidupnya kemudian hari secara terus menerus menuju kesempurnaannya. 

Sayang sekali, ziarah yang dilakukan oleh para jama’ah haji yang berasal dari berbagai penjuru tersebut, tidak pernah disempurnakan dengan kunjungan ke beberapa pusat kebudayaan dan peradaban negeri yang lahir seorang nabi yang menjadi anutannya ini. Pusat kebudayaan dan peradaban dimaksud misalnya perpustakaan, museum, pusat-pusat pengembangan ilmu dan teknologi, lembaga pendidikan termasuk universitasnya. Akibat keterbatasan peluang itu, maka negeri ini belum terlalu dikenal luas, bahwa telah memiliki lembaga pengembangan ilmu pengetahuan yang sesungguhnya cukup besar, seperti telah adanya kampus-kampus, misalnya Universitas King Abdul Azis di Jeddah, Universitas Ummul Quro, Universitas King Saud, Universitas Imam dan beberapa universitas besar lainnya. Saudi Arabia juga memiliki pusat pengembangan ilmu dan teknologi yang cukup besar di Riyad. 

Jama’ah haji dan umrah, biasanya hanya boleh berkunjung ke tiga kota, yaitu Jeddah, Makkah dan Madinah. Ke kota-kota selain itu, tidak diperkenankan, kecuali mengurus visa lagi, dan itu ternyata tidak mudah. Inilah salah satu sebab, mengapa Saudi tidak dikenal memiliki budaya modern. Bahkan ketika menyaksikan pertandingan sepak bola dunia, dan Saudi arabia tampil, tidak sedikit orang bertanya-tanya dan keheranan, ternyata Saudi Arabia pun bisa bermain sepak bola. Di Riyad, ibukota Saudi Arabia terdapat perguruan tinggi, lengkap dengan berbagai fasilitas olah raga, seperti lapangan sepak bola, kolam renang, bowling dan lain-lain. Fasilitas olah raga itu umumnya dibangun berstandar internasional. 

Para jama’ah haji, sengaja oleh pemerintah Saudi tidak diperkenalkan pada budaya modernnya, seperti perpustakaan, pusat-pusat pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk lembaga pendidikan tingginya, selain mungkin khawatir ngurusnya tidak gampang, juga agar mereka terkonsentrasi pada kegiatan ziarah. Ziarah selalu berkonotasi mengingat masa lalu, sedang mengenal budaya modern selalu mengingatkan pada kehidupan masa depan yang dekat. Masa depan yang dekat, maksudnya adalah kehidupan saat ini, dengan berbagai hiruk pikuk pemenuhan nafsu duniawi. Sedangkan masa depan yang jauh ----lawan kata dekat, adalah kehidupan nanti di akherat, yang hal itu bisa ditumbuh-kembangkan melalui bukti-bukti atau peristiwa sejarah masa lalu. 

Disadari atau tidak, pengambilan kebijakan itu, menjadikan negeri Arab Saudi tidak dikenal sebagai negeri yang sesungguhnya telah mengikuti perkembangan modern. Banyak orang mengira di Saudi hanya dicetak kitab-kitab tafsir, hadits, fikih dan seterusnya. Padahal lewat sejumlah universitas besar yang dimiliki, tidak sedikit kegiatan penelitian yang dihasilkan, demikian pula berbagai buku-buku teknik, kedokteran, arsitektur, perminyakan, elektronik, komupter dan lain-lain telah dihasilkan di sana. Umpama ibadah haji, tidak saja dikemas sebatas pada orientasi ziarah, dalam makna mengenal kehidupan sejarah masa lalu, tetapi juga mengenal perkembangan budaya dan peradaban negeri tempat kelahiran nabi saat ini, maka ibadah haji akan menemukan maknanya yang lebih utuh dan sempurna. Allahu a’lam. (18 Desember 2008)

Sumber :
20 Mei 2009

Sumber Gambar :

1 komentar:

  1. Waduh jelas sekali fotonya nih.. jadi ingat saat berebut ingin menciumnya... padahal itu hanya sunah...

    BalasHapus